Friday, August 22, 2008

Bila Cinta Landasan Pernikahan

Bila cinta landasan pernikahan........ maka banyak orang gagal landing.

Jika ibu tidak mencintai ayahmu, gak mungkin kamu lahir. (Dialog ” Ibu dan Gaia dalam Film GARASI).

Jamie Aditya bersedia menikahi Dewi Sandra karena Jamie Aditya ingin mendapatkan uang dari keluarga Dewi Sandra untuk keperluan operasi ibunya. (Penggalan cerita dalam Film XL Antara Aku Kau & Mak Erot).

Nadia bersedia menikah dengan Bambang karena desakan keluarga agar Nadia segera menikah. (Penggalan cerita film Otomatis Romantis).

Fachri menikahi Maria karena ingin “menyelamatkan nyawa” di saat kritis. (Penggalan Kisah Novel Ayat Ayat Cinta).

Hari pernikahan itu datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring ke tiang gantungan. Lalu duduk dipelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. Apa mau dikata, cinta adalah anugerah Tuhan yang tak bisa dipaksakan. Pesta meriah dengan bunyi empat grup rebana terasa konyol. Perasaan dan nuraniku benar-benar mati. (Penggalan kisah cerpen Pudarnya Pesona Cleopatra).

--**--

Berbagai cerita pernikahan yang timbul akibat dari sebuah alasan atau logika mungkin banyak terjadi dalam pernikahan. Selain alasan-alasan di atas tentu banyak sekali cerita lainnya. A menikahi B karena mereka sudah saling mengenal sejak usia sekolah dasar. C menikah dengan D karena D dikenal baik dan teman saat SMA. E menikahi F karena tampan dan banyak uang. G menikahi H karena usia G sudah mendekati 40. J menikahi K karena keluarga mendesak agar segera menikah. Dan lain sebagainya.

Lantas di manakah cinta itu berada jika pernikahan hanya berdasarkan logika baik dan buruk? Adakah cinta itu jika pernikahan langgeng karena mengerjakan perintah agama? Seberapa banyakkah pasangan yang menikah dan terlepas dari pertimbangan-pertimbangan baik dan buruk itu.

Membaca kisah cinta dalam novel karya Habiburahman El Shirazy seperti mengikuti kisah ideal seorang manusia yang menuju pernikahan karena si calon rajin sholat, hafal Al Quran dan baik tingkah lakunya, tidak pernah berbuat salah dan menyalahkan orang lain. Singkatnya ini adalah kisah cinta ideal untuk manusia luar biasa. Masih adakah manusia saat ini yang berperilaku seperti rasul dalam kehidupan rumah tangganya, yang tidak pernah membentak pada istri atau anak, yang tidak complain kalau makanan belum siap, rumah berantakan, anak nangis, dan seterusnya. Mungkinkah orang dengan kualitas seperti Aa Gym, Buya Ahmad Syafii Maarif, Gus Dur, Bapak Habib FPI bisa? Wallahualam.

Sedangkan membaca kisah cinta dalam novel karya Andrea Hirata, seperti mengikuti cerita cinta kebanyakan orang. Orang biasa. Mencintai karena perasaan merasa suka. Terlepas dari logika baik dan buruk. Cinta pada pandangan pertama. Kadang diabaikan. Kadang ditolak. Terlepas dari kriteria-kriteria. Intinya percaya pada perasaan. Lihatlah Ikal, yang terus mencari A Ling hingga ke Rusia. Indah rasanya bisa menjaga perasaan seperti itu, walaupun tidak tahu seperti apa A Ling saat ini. Cinta yang mungkin akhirnya tak berbalas. Mungkin sedih tapi itulah kondisi sebenarnya.

Saya tidak sedang membandingkan mana yang lebih baik dari dua kisah karya dua Novelis tersebut. Hanya saja sepertinya memang saat orang mulai dewasa, logika-logika, perhitungan-perhitungan, baik-buruk dan pertimbangan-pertimbangan banyak menentukan keputusan untuk menikahi seseorang. Bahkan untuk (akhirnya) tidak menikahi seseorang. Layaknya hitungan bisnis faktor untung rugi berlaku juga di pernikahan.

Lalu berapa orang yang masih percaya cinta pada pandangan pertama, berapa orang yang menikahi (type) laki-laki atau perempuan yang diharapkannya, berapa orang yang menikah karena CINTA.

Jika cinta landasan pernikahan, maka banyak orang gagal landing.

No comments:

Post a Comment

You're welcome, drop your comments here...

Note: Only a member of this blog may post a comment.