Saturday, January 3, 2009

Mengapa Selalu Ada Yang Terjerumus Financial Scams?

Kejadian Financial Scams yang melibatkan Bernard Madoff banyak membuka mata banyak orang bahwa perorangan dan institusi yang banyak tahu tentang ilmu ekonomi dan financial pun bias terjerumus ke dalam bisnis semacam ini. Ini bukan kejadian pertama kali, mungkin sudah ribuan kali terjadi, termasuk di Indonesia. Dan banyak pemerhati ekonomi yang memperkirakan, di tengah krisis ekonomi sekarang ini, financial scams, Ponzi scheme, Tulipmania, South Sea Bubble, The 419 Scam atau nama-nama lain untuk pola tipu daya sejenis ini akan semakin meningkat ditawarkan kepada masyarakat sebagai alternative "investasi" dengan iming-iming keuntungan berlipat.

Kita tidak ingin terjerumus dalam bisnis semacam ini.

Lalu kenapa selalu ada saja yang menjadi korban tipu daya ini?

Setidaknya ada empat factor yang mempengaruhi seseorang terjerumus dalam tipu daya seperti ini. Empat factor itu adalah Situasi, cognition, personality dan emosi.

Situasi

Situasi berpengaruh pada seseorang untuk mengambilkeputusan keliru saat adanya situasi yang menantangnya untuk melakukan itu. Sebuah tantangan yang menuntut kita untuk menyelesaikannya. Dalam hal keputusan finansial biasanya terjadi saat adanya tawaran yang menyenangkan meskipun sadar bahwa adanya bahaya dalam investasi itu .

Situasi seseorang yang terdesak kadang membuat keputusan investasi menjadi salah. Seseorang yang membutuhkan uang banyak dalam waktu singkat, akan menjadikan tawaran investasi semacam ini menjadi tawaran yang sangat dipertimbangkan.

Serta situasi yang diatur sedemikian rupa oleh pengelola Financial Scams membuat seseorang yang tadinya skeptic akan tawaran ini menjadi tergoda, akhirnya bergabung dan kehilangan uanganya. Seseorang bercerita seperti ini:

Saya membuat keputusan untuk berinvestasi dalam pola semacam ini setelah mengunjungi adik dan adik ipar saya (suami adik). Saat itu saya dipertemukan dengan teman dekatnya yang juga penasehat keuangan yang dipercaya untuk menjadi wakil dari pengelola Fianancial Scam ini. Saya benar-benar menyukai dan percaya orang ini, dan saya juga diperlihatkan bahwa dia telah meng-investasikan seluruh asset yang sangat substansial miliknya dalam bisnis ini. Dan bahkan diceritakan bahwa untuk bisnis ini dia sudah melakukan refinance rumahnya dan menempatkan semua dana yang didapat dalam bisnis ini.

Saya juga kemudian bertemu banyak teman-teman adik saya, yang sudah berpartisipasi dalam bisnis ini. Pengalaman sukses beberapa tahun dari bisnis ini mereka ceritakan, membuat saya berfikir, rasanya bodoh sekali jika saya tidak memanfaatkan kesempatan ini. Rasa percaya dan harapan saya sangat kuat, sampai- sampai ketika saya kembali ke rumah dan menceritakan kepada temen dekat, dan teman itu menyarankan agar menjauh saja dari bisnis semacam ini, tidak saya turuti. Saya malah berfikir, itu hanyalah pendapat teman yang skeptis saja.

Cognition

Pengambilan keputusan salah kadang tidak jauh dengan kata ganti tindakan bodoh. Karena itu dapat kita artikan kekurangan pengetahuan atau fikiran jernih seringkali berimplikasi pada pengambilan tindakan yang salah.

Seringkali orang yang memiliki IQ rata-rata bahkan di atas rata-rata (tinggi ) gagal untuk menggunakan kepandaiannya secara efektif dan efisien saat mengambil keputusan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-harinya. Seringkali mereka menggunakan intuisi, impulsive dan gaya pengambilan keputusan yang lebih banyak dipengaruhi oleh emosi.

Personality

Pengambilan keputusan salah juga dipengauhi oleh rasa percaya berlebih. Kadang kita tidak mudah kapan percaya pada seseorang dalam satu hal dan tidak percaya pada orang yang sama dalam hal lainnya.

Pengelola Ponzi Scheme selalu merekrut/menempatkan orang-orang yang akan dipercaya oleh orang lain. Dan untuk merekrut orang seperti ini, mereka rela memberikan insentif yang cukup besar untuk mereka, dari mulai uang, kendaraan dan publikasi tentang kesuksesannya.

Orang-orang yang direkrut ini biasanya datang dari kalangan pejabat pemerintahan, militer, polisi, leader sebuah MLM, mantan leader bisnis sejenis atau bahkan atasan sebuah perusahaan Negara atau swasta.

Orang-orang semacam ini ini memang sangat mudah dipercaya oleh orang-orang setempat. Mereka akan menjadi leader dalam bisnis ini, mejadi contact person dengan “perusahaan” penyelenggara Ponzi scheme tapi juga bias saja ditinggalkan kabur begitu saja oleh “perusahaan” dan dibiarkan dikejar-kejar oleh para investor.

Emosi

Emosi dalam memasuki bisnis ini sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan yang salah. Dalam hal bisnis Ponzi scheme, emosi seringkali memotivasi seseorang untuk melakukan keputusan yang salah. Perilaku yang suka akan prospek kesuksesan sangat cepat dan mempertahankan kekayaan, menjadi motivasi utama.

Seseorang sangat tertarik akan janji investasi yang akan mengembangkan dan menata kekayaan secara cepat sehingga bias memasuki masa pension yang nyaman.

Sebetulnya setiap orang tahu bahwa berinvestasi dalam tabungan, deposito, dan precious metal adalah investasi cukup aman walaupun return yang cukup rendah. Selain itu Obligasi, danareksa dan saham membuat investasi seseorang lebih bias mengawasi dan mengendalikan investasinya.

Tapi emosi seringkali menutupi pendapat ini, bahkan untuk seseorang yang tahu banyak ilmu ekonomi dan keuangan.

Pendapat skeptis akan bisnis ini seringkali lebih baik. Tetapi kadang kesalahan terjadi dengan membuang begitu saja pendapat skeptic tersebut seperti melemparkan semua peringatan bersama "angin yang bertiup".

Saya tidak ingin saya, anda, keluarga dan rekan-rekan kita terjerumus dalam bisnis ini. Bahwa dalam bisnis apapun lost of money bisa terjadi tetapi dengan kontrol yang lebih baik akan investasi, kita bisa menurunkan tingkat risiko yang mungkin terjadi.