Friday, June 15, 2007

Independensi Atau Kompromi?

Kata independensi melebur setelah kata kompromi ada.

Entah istilah apa yang menggambarkan suatu kata menjadi hilang makna setelah kata lain ada, bisa melebur, mencair atau menghilang. Seperti halnya kata independen atau independensi yang-menurut saya- menghilang sejak kata kompromi hadir.

Bayangkan, sejak lahir kita tidak dapat memakai kata independen terhadap sikap kita, sikap orang tua mendominasi ide terhadap jejak langkah kita, di usia balita hingga belasan tahun. Setelah kita beranjak remaja, ide orang tua masih tetap dominan menentukan pilihan sekolah atau kuliah kita. Benar bahwa orang tua secara lisan mengatakan "Ayah dan Ibu setuju pilihan kuliahmu, asal kamu sungguh-sungguh." Tapi saya yakin, sebelumnya orang tua telah punya kerangka, mana yang boleh dan tidak boleh, jadi pilihan kita, sudah ada dalam kerangkanya.

Dalam masa usia selanjutnya, dalam hal pekerjaan, kompromi dan kerja sama dengan rekan kerja dan juga atasan menentukan dalam keputusan-keputusan, karena semua harus berjalan dalam visi dan misi perusahaan, katanya.

Jadi, saat ada usul calon independen untuk posisi politik, menurut saya agak janggal. Kalau mau independen, lalu beliau mewakili siapa? Lalu beliau siapa yang dukung? Bukankah hal mewakili dan pendukung merupakan hasil kompromi? "Baik, saya akan maju sebagai wakil kalian, tolong dukung saya, sebagai kompensasi dari dukungan, saya akan memberikan ini ... dan itu ...!

Bukan Begitu?

1 comment:

  1. independen tetep ga bisa, soalnya dari lahir sononya pun kita dah tergantung sama orang..

    kalo saya sih setuju yang kompromi walopun ada dikit catatan " compromise usually comes from fears"

    ReplyDelete

You're welcome, drop your comments here...

Note: Only a member of this blog may post a comment.