Saturday, April 28, 2007

Kartini 2


Setiap tahun ada perayaan Hari Kartini, pertanyaan yang unik ini kembali menyelusup sanubari. Uniknya, Kartini adalah satu-satunya pahlawan kita yang hari lahirnya diperingati dan menjadi hari peringatan yang penting. Pahlawan lain tidak diperingati secara istimewa seperti Kartini. Misalnya, kita tidak memiliki Hari Soekarno, Hari Hatta, ataupun Hari Sudirman. Percaya atau tidak, cuma satu, yaitu Hari Kartini.
Pas topik ini saya angkat dalam sebuah diskusi sore-sore dengan Mpu Peniti, beliau sempat terkekeh dan mengiyakan juga. Dari nilai penghormatan, boleh dibilang Kartini memiliki nilai penghormatan terbesar. Ketika bersekolah dulu, Kartini diajarkan sebagai tonggak sejarah kebangkitan perempuan di Indonesia. Sebagai sebuah momen penting tentang emansipasi perempuan. Cerita hidup Kartini memang mengagumkan. Sumber inspirasi yang selalu berpijar.
Barangkali Kartini ada di dalam setiap sanubari wanita Indonesia. Hanya, kita perlu mencarinya secara cermat dan membuatnya berpijar. Saya jadi ingat nenek saya. Nenek melahirkan 10 putra dan putri. Saya ingat betul bagaimana Nenek dengan telaten merawat keluarga besar kami. Hadir dalam setiap krisis dan menyelamatkan kami dari setiap krisis.Ada satu pengalaman yang tidak pernah saya lupakan hingga kini. Suatu hari, hujan mengguyur Jakarta sangat deras. Rumah kami kebanjiran. Pagi-pagi sekali, kurang dari pukul tujuh, Nenek datang di atas becak, menengok kami yang kebanjiran. Hebatnya, beliau juga membawa satu rantang makanan, yang mungkin disiapkannya sejak subuh tadi.Hingga kini, bayangan beliau membekas sangat jelas. Bagaimana beliau turun dari becak, menggedor pagar rumah, bak seorang kesatria yang membebaskan seorang putri dari tahanan nenek sihir. Bayangan itu menjadikan nenek saya tokoh Kartini yang saya kenal dan kagumi dalam kehidupan saya. Sayang, dalam usia 68 tahun, beliau wafat dan meninggalkan kesedihan luar biasa.
Di samping Nenek dan Ibu, barangkali tokoh wanita yang membekas dalam kehidupan saya adalah guru-guru saya ketika bersekolah dulu. Beberapa di antara mereka menjadi tokoh pahlawan yang nyata, idola, dan sumber inspirasi. Saya ingat betul, ketika belajar menulis, saya bercita-cita ingin memiliki tulisan tangan yang bagus dan artistik semata-mata karena melihat tulisan tangan ibu guru yang apik dan rapi.Saya rajin membaca dan senang membaca juga diilhami dari seorang ibu guru. Saya rajin belajar dan tekun pun saya dapati dari seorang ibu guru. Sikap disiplin dalam hidup saya juga cerminan kedisiplinan yang diberikan seorang ibu guru. Sedikit banyak keberhasilan saya dalam hidup banyak yang saya dapat dari ibu-ibu guru yang mendidik saya ketika bersekolah. Mereka juga adalah Kartini dalam kehidupan saya.Setiap tahun, ketika kita merayakan Hari Kartini, barangkali perayaan itu bukan lagi perayaan sekadar berkebaya seperti diperlihatkan para penyiar di televisi. Karena Kartini memang bukan soal kebaya dan sanggul. Kartini lebih sebagai pemberdayaan perempuan dalam kehidupan kita sehari-hari.Kartini lahir di setiap perempuan Indonesia, dari nenek, ibu, guru, hingga pembantu rumah tangga. Mereka adalah lilin di dalam gelas, yang perlu kita hidupkan pijaran sinarnya. Mereka selalu ada, tanpa harus dibandingkan dan dicari. Mereka menyentuh tiap sudut kehidupan kita tanpa terkecuali. Mereka juga selalu akan kita rindukan. Entah itu nasi tim nenek, telur ceplok Mpok Iyem, ataupun senandung ibu guru.
Merekalah pahlawan yang telah memperjuangkan hidup kita. Kewajiban kita adalah mencari tokoh Kartini di sekitar kita dan mengenalnya satu demi satu, maka pengetahuan kita akan menjadi genap dan lengkap. Selamat Hari Kartini.Kafi Kurniapeka@indo.net.id[Intrik, Gatra Edisi Khusus beredar Kamis, 19 April 2007]

No comments:

Post a Comment

You're welcome, drop your comments here...

Note: Only a member of this blog may post a comment.